Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025 – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Dalam operasi ini, aparat berhasil menyita lebih dari 10.957 liter solar subsidi yang disalahgunakan, dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp105 miliar selama dua tahun terakhir.
Pengungkapan kasus ini bermula dari penyelidikan Unit 5 Subdit 1 Dittipidter Bareskrim Polri yang menemukan aktivitas ilegal di sebuah gudang penimbunan BBM subsidi di Lorong Teppoe, Kelurahan Balandete, Kecamatan Kolaka.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/A/109/XI/2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/636/XI/RES.5.5./2024, penyidik menemukan sejumlah barang bukti, antara lain tiga unit truk tangki berisi solar subsidi, tiga tandon besar berisi total 3.000 liter solar, serta beberapa drum dan peralatan pemindahan BBM.
Menurut penyidik, modus operandi yang digunakan dalam kasus ini melibatkan beberapa pihak, termasuk pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN), pengelola gudang ilegal, serta oknum pegawai PT Pertamina Patraniaga.
BBM subsidi jenis B35 yang seharusnya dikirim ke SPBU atau SPBUN dialihkan ke gudang ilegal dengan cara mematikan sistem GPS truk pengangkut.
Truk yang seharusnya mengirim solar subsidi ke lokasi resmi justru mengarah ke gudang penimbunan, lalu melakukan pemindahan isi BBM ke mobil tangki lainnya yang tidak memiliki izin.
BBM tersebut kemudian dijual dengan harga solar industri kepada penambang dan kapal tugboat dengan keuntungan yang sangat besar.
Penyidik menemukan bahwa pemilik SPBUN menggunakan ID khusus yang terkoneksi dengan MyPertamina untuk melakukan penebusan BBM subsidi.
Namun, dalam praktiknya, BBM tersebut tidak pernah sampai ke tujuan resmi dan malah dijual ke pihak lain.
Fakta lain yang terungkap adalah adanya manipulasi sistem pemantauan GPS, di mana truk pengangkut BBM sengaja melepas perangkat GPS agar tidak terlacak saat melakukan pemindahan solar.
Penyelewengan BBM subsidi ini memberikan keuntungan besar bagi para pelaku.
Berdasarkan data yang ditemukan di gudang, dalam satu bulan mereka bisa menjual 350.000 liter solar subsidi dengan selisih harga Rp12.550 per liter dibandingkan harga solar non-subsidi.
Jika dihitung selama dua tahun, total keuntungan yang diperoleh dari kecurangan ini mencapai Rp105.420.000.000.
Kerugian negara pun sangat besar karena BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi nelayan dan masyarakat kecil justru diperjualbelikan dengan harga lebih tinggi.
Saat ini, beberapa pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini telah diidentifikasi, di antaranya adalah BK, pemilik gudang ilegal di Kolaka; A, pemilik SPBU Nelayan di Kecamatan Kuleng, Kabupaten Bumbana; T, penyedia armada atau pemilik truk tangki; Oknum pegawai PT Pertamina Patraniaga, yang diduga membantu dalam proses pengadaan BBM subsidi.
Penyidik Bareskrim Polri telah mengagendakan pemanggilan terhadap para tersangka dalam waktu dekat guna mendalami keterlibatan mereka lebih lanjut.
Para pelaku akan dijerat dengan Pasal 40 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang merupakan perubahan dari Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Ancaman hukuman bagi pelaku adalah penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.