Buku-Buku Terlarang Era Orde Baru dan Bayang-Bayang Sensor Era UU TNI

Salma Faradiba

Buku-Buku Terlarang Era Orde Baru dan Bayang-Bayang Sensor di Era UU TNI
Ilustrasi buku era orde baru. Foto/Freepik

Dulu, Pramoedya dan banyak penulis dibungkam. Kini, apakah sejarah akan terulang?

Era Orde Baru, buku bukan sekadar tumpukan kertas berisi kata-kata. Ia bisa menjadi ancaman, senjata, bahkan alasan seseorang dipenjara. Sensor ketat diberlakukan, dan banyak buku yang dilarang beredar karena dianggap mengganggu stabilitas negara. Kini, setelah RUU TNI disahkan, akankah sejarah kelam sensor buku kembali terulang?

Buku-Buku yang Dilarang di Era 98

  1. Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer
    Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer.
    Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer. Foto/Goodreads

    Perjalanan Minke, seorang pribumi cerdas di era kolonial yang menantang ketidakadilan sistem Belanda. Buku ini dilarang karena dianggap menyebarkan ide-ide yang bertentangan dengan rezim Orde Baru.

  2. Perburuan – Pramoedya Ananta Toer
    Perburuan - Pramodya Ananta Toer.
    Perburuan – Pramodya Ananta Toer. Foto/Goodreads

    Kisah seorang pejuang kemerdekaan yang dikhianati dan harus bertahan hidup dalam pelarian. Buku ini dianggap dapat membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap pemerintah.

  3. Tetralogi Buru – Pramoedya Ananta Toer
    Tetralogi Buru - Pramoedya Ananta Toer.
    Tetralogi Buru – Pramoedya Ananta Toer. Foto/sanirrastore

    Empat novel yang menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme, dari sudut pandang kaum terdidik. Karya ini dilarang karena dianggap menyebarkan pemikiran kiri.

  4. Dalih Pembunuhan Massal – John Roosa
    Dalih Pembunuhan Massal - John Roosa.
    Dalih Pembunuhan Massal – John Roosa. Foto/UPT Perpustakaan UM

    Mengungkap peristiwa G30S dari sudut pandang akademik, menantang narasi resmi pemerintah Orde Baru. Buku ini dianggap mengancam stabilitas versi sejarah yang sudah dibangun pemerintah.

  5. Demokrasi Kita – Mohammad Hatta
    Demokrasi Kita – Mohammad Hatta.
    Demokrasi Kita – Mohammad Hatta. Foto/FernandoBookStore

    Pemikiran Mohammad Hatta tentang bagaimana demokrasi seharusnya berjalan di Indonesia, bertentangan dengan rezim otoriter saat itu. Buku ini dilarang karena dianggap membahayakan otoritas negara.

  6. Mengapa Saya Keluar dari Masyumi – Mohammad Natsir

    Sebuah refleksi politik yang membahas alasan pembubaran partai Islam Masyumi oleh Soekarno. Isinya dianggap dapat membangkitkan kembali wacana politik yang bertentangan dengan pemerintah.

  7. Ayat-Ayat yang Disembelih – Abdul Munir Mulkhan

    Menganalisis hubungan antara agama dan kekuasaan dalam sejarah Indonesia. Buku ini dianggap sensitif dan berpotensi memicu konflik ideologis.

Apakah Sejarah Akan Terulang?

Kini, setelah RUU TNI disahkan, beberapa pihak mulai mempertanyakan dampaknya terhadap kebebasan sipil, termasuk kebebasan berekspresi dan literasi. UU TNI memperluas peran militer dalam kehidupan sipil, dan kekhawatiran pun muncul: apakah ini akan membuka kembali ruang bagi sensor ketat seperti pada masa lalu? Jika dulu buku-buku dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas negara, apakah kini akan ada buku-buku lain yang mengalami nasib serupa?

Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun, satu hal yang pasti: sejarah harus menjadi pengingat, agar kebebasan berpikir dan berekspresi tetap terjaga di negeri ini.

Also Read

[addtoany]

Leave a Comment