“Defense Mechanism”, Puisi Dzakwan Edza dan Narasi Perlawanan Personal

IRZI

“Defense Mechanism”, Karya Puisi Dzakwan Edza dan Narasi Perlawanan Personal
Membaca buku Kitab Cuci Kata di Taman Langsat. Foto/Putri Azra

Puisi Defense Mechanism karya Dzakwan Edza adalah salah satu contoh cerdas dari bagaimana puisi sederhana bisa menyimpan lapisan makna yang kaya. Hanya dengan empat baris pendek, Edza berhasil menangkap esensi perjuangan personal dalam menghadapi dunia, diri sendiri, dan kefanaan.

Puisi ini seperti gumaman kecil yang bila direnungkan, justru menjadi teriakan besar tentang eksistensi manusia. Pada era modern di mana kejujuran emosional sering menjadi bentuk perlawanan, puisi ini hadir sebagai manifesto introspektif yang meskipun pelan, tetap lantang.

Baris 1: “Aku menulis karena tak pandai bicara”

Kalimat pembuka ini langsung menyapa pembaca dengan kejujuran. Edza mengangkat menulis sebagai kompensasi atas ketidakmampuan berbicara, dan ini adalah konsep yang sangat universal. Banyak dari kita — terutama yang merasa terpinggirkan, baik secara sosial maupun emosional — menggunakan tulisan sebagai medium untuk berbicara tanpa suara.

Baris ini seakan menggemakan semangat dari penyair seperti Langston Hughes di “I, Too”. Dalam puisi itu, Hughes menggunakan tulisan untuk bersuara tentang ketidaksetaraan rasial, mengubah kekuatan diam menjadi protes yang berkelas.

Meski Defense Mechanism tidak secara langsung bicara tentang isu sosial, pendekatannya pada suara yang tertahan menunjukkan bahwa tulisan adalah alat perlawanan paling dasar.

Ketika seseorang merasa tak bisa bersuara, menulis menjadi jalan keluar. Dengan begitu, puisi ini berbicara tentang cara personal mengatasi keterbatasan, sebuah mekanisme pertahanan yang sangat manusiawi.

Baris 2: “Aku membaca karena tak pandai mendengar”

Baris kedua ini menawarkan paradoks yang menarik. Membaca sering diasosiasikan dengan mendengarkan, karena melalui membaca, kita menyerap pemikiran dan cerita orang lain. Namun, Edza justru menggambarkan membaca sebagai jalan keluar dari ketidakmampuan mendengarkan. Ada rasa jujur di sini: pengakuan akan keterbatasan diri. Tapi, ada juga upaya untuk melampaui kekurangan tersebut dengan mencari medium alternatif.

Baris ini mengingatkan kita pada Audre Lorde, khususnya di The Transformation of Silence into Language and Action. Lorde berbicara tentang pentingnya menemukan bahasa untuk memahami dan menyampaikan, meskipun sulit. Membaca dalam puisi ini adalah upaya mencari kebijaksanaan ketika telinga tidak bisa berfungsi maksimal.

Ini adalah bentuk adaptasi — sebuah perlawanan terhadap ketidaksempurnaan. Edza dengan pintar menggunakan diksi “membaca” untuk menunjukkan bahwa mekanisme bertahan hidup juga berarti belajar dari luar diri.

Baris 3: “Aku membuku karena tak pandai berkawan”

Di sini, puisi ini menjadi lebih intim. Membuku adalah metafora yang cantik untuk membuka diri melalui tulisan. Dalam dunia literasi, buku sering menjadi simbol teman setia, pelarian dari kesepian, dan pelipur lara.

Penyair seperti Pablo Neruda sering mengungkapkan hubungan emosional dengan buku, seperti dalam “Ode to the Book”, di mana ia menyebut buku sebagai sahabat yang tak pernah mengecewakan.

Namun, dalam konteks Defense Mechanism, membuku juga bisa berarti menciptakan ruang untuk diri sendiri ketika koneksi manusia terasa sulit dijangkau.

Ini sangat relevan dengan kondisi banyak orang di era digital, di mana hubungan interpersonal sering digantikan oleh interaksi virtual atau bahkan refleksi personal. Baris ini menunjukkan sisi vulnerabilitas manusia yang, meskipun merasa kesepian, tetap mencoba menemukan pelipur melalui hal-hal lain.

Baris 4: “Aku mengabadikan karena aku bukan keabadian”

Kalimat ini adalah puncak dari puisi, menutup dengan nada yang kuat dan filosofis. Ada pengakuan yang mendalam tentang kefanaan manusia. Namun, alih-alih menyerah, Edza menunjukkan bahwa mengabadikan sesuatu — melalui tulisan, karya, atau tindakan — adalah bentuk perlawanan terhadap kefanaan itu sendiri.

Baris ini mengingatkan pada gagasan Simone de Beauvoir dalam The Ethics of Ambiguity, di mana ia menjelaskan bahwa manusia tidak abadi, tetapi tindakan dan karya mereka dapat menjadi jejak yang abadi.

Dengan cara yang sama, baris ini juga memiliki gema dari Mahmoud Darwish, penyair Palestina, yang sering menggunakan puisi untuk berbicara tentang kehilangan dan perjuangan melawan penghapusan identitas. Dalam konteks Defense Mechanism, mengabadikan adalah cara untuk meninggalkan jejak, untuk mengatakan, “Saya pernah ada.”

Relasi dengan Perlawanan dan Kesunyian

Jika kita memandang puisi ini dalam konteks perlawanan, maka ia adalah bentuk quiet resistance. Di satu sisi, ini adalah puisi tentang perjuangan personal: bagaimana individu menghadapi ketidaksempurnaan dirinya. Namun, di sisi lain, puisi ini juga berbicara kepada narasi yang lebih besar tentang perlawanan melalui ekspresi.

Penyair-penyair seperti Sylvia Plath di “Lady Lazarus” atau Adrienne Rich dalam “Diving into the Wreck” juga berbicara tentang pergulatan dengan diri sendiri sebagai bentuk perlawanan. Dalam Defense Mechanism, Edza menunjukkan bahwa bertahan hidup adalah bentuk perjuangan paling mendasar.

Bagi mereka yang merasa terasing atau kehilangan kemampuan dasar seperti berbicara, mendengar, atau berkawan, puisi ini adalah pengingat bahwa ada cara lain untuk melawan dan bertahan.

Sebuah Refleksi Modern

Defense Mechanism adalah puisi yang terasa sangat timeless, tapi juga timely. Ia berbicara kepada pembaca modern yang hidup di era ketidakseimbangan emosional, kesepian, dan kehilangan. Puisi ini adalah pengingat bahwa tidak apa-apa untuk tidak sempurna, dan bahwa kita selalu memiliki mekanisme untuk bertahan.

Dalam dunia yang semakin gaduh, puisi ini menawarkan keheningan introspektif. Dzakwan Edza, dengan segala kesederhanaan dan kejujuran yang disampaikannya, berhasil menciptakan sebuah karya yang tidak hanya relevan, tapi juga menginspirasi. Seperti secangkir kopi pahit pada pagi hari, puisi ini mengingatkan kita akan kenyataan hidup, tapi juga memberikan kekuatan untuk terus melangkah.

Also Read

[addtoany]

Tags

Leave a Comment