Jakarta – Setelah vakum merilis karya pasca-Durja Bersahaja, band punk asal Bogor, The Jansen, kembali muncul ke permukaan dengan sebuah single bertajuk Racun Suara. Dirilis pada 8 Mei 2025, lagu ini menjadi bentuk sikap politik mereka dalam menyuarakan penderitaan korban kejahatan perang dan kekerasan represif terhadap warga sipil.
Narasi Single Racun Suara
Sebelum resmi diluncurkan, The Jansen telah mengunggah sebuah artikel berjudul Trauma Dari Tentara, Racun Suara dari The Jansen melalui akun Instagram mereka pada 19 April 2025. Artikel ini ditulis oleh Ahmad Sajali, anggota Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebagai pengantar naratif atas konteks di balik karya tersebut.

Dalam siaran persnya, Adji Pamungkas, Bassis The Jansen, menjelaskan bahwa Racun Suara lahir dari empati mendalam terhadap korban kekerasan negara dan kelompok bersenjata. Racun Suara ini menggambarkan bagaimana perasaan orang tua kehilangan anaknya; serta sudut pandang anak dalam mengkhawatirkan orang tuanya bilamana si anak masih hidup,” kata Adji.
Adji juga menegaskan bahwa tidak ada manfaat dari perang dan tindak represif, baik itu dilakukan oleh aparat negara, milisi bersenjata, ormas, atau pihak mana pun yang menyasar warga sipil. Lagu ini, menurutnya, adalah bentuk penolakan terhadap normalisasi kekerasan struktural yang sering kali mengorbankan rakyat biasa.
Dengan durasi sepanjang 8 menit 7 detik, Racun Suara menyisipkan pengulangan bait “Represif bukanlah cara untuk kau berekspresif” sebanyak sepuluh kali. Frasa tersebut menjadi titik tekan utama dalam lagu, merepresentasikan sikap band terhadap kekerasan yang dibungkus dalih ekspresi kekuasaan.
Dalam visualisasi karya, The Jansen menggandeng seniman asal Bali, Derian Erlangga, untuk menciptakan ilustrasi sampul lagu. Kolaborasi ini memperkuat atmosfer emosional lagu yang sarat amarah dan duka.