Jakarta, partikel.id – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi (GMLK) menggelar aksi simbolik di depan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Kamis (18/9/2025). Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas penangkapan dan kriminalisasi terhadap beberapa aktivis muda yang dinilai menggunakan hak konstitusional mereka untuk menyampaikan pendapat di ruang publik.
Dalam siaran persnya, GMLK menegaskan bahwa aksi diam dilakukan sebagai simbol “dibungkamnya suara-suara kritis oleh negara.” Mereka juga memberikan solidaritas kepada para tahanan yang saat ini menjalani proses hukum karena aktivitasnya sebagai pejuang hak asasi manusia.
Peningkatan Represi Negara
Menurut GMLK, gelombang demonstrasi sejak akhir Agustus hingga September 2025 diwarnai dengan peningkatan represi negara, mulai dari penangkapan paksa tanpa prosedur jelas, sweeping, hingga kriminalisasi terhadap aktivis. Situasi ini, kata mereka, memperlihatkan semakin sempitnya ruang sipil dan terampasnya kebebasan berekspresi di Indonesia.
Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya korban jiwa. GMLK mencatat sedikitnya 10 warga sipil meninggal dunia akibat kekerasan negara selama demonstrasi berlangsung di berbagai wilayah. Selain itu, sejumlah aktivis muda juga mengalami penyiksaan, penghilangan paksa, hingga koma.
Aktivis Ditahan dan Mogok Makan
Sejumlah nama aktivis disebut masih ditahan, di antaranya Delpedro Marhaen (Direktur Lokataru Foundation), Muzaffar Salim, Syahdan Husein, Khariq Anhar, dan Laras Faizati. Selain itu, ratusan orang di berbagai daerah juga menghadapi proses kriminalisasi serupa.
Di dalam tahanan, sedikitnya 16 aktivis menjalani aksi mogok makan sebagai bentuk perlawanan. Salah satunya, Syahdan Husein, sudah memasuki hari ke-8 mogok makan. “Dengan aksi ini, mereka ingin menyatakan bahwa protes adalah hak, dan demonstrasi bukanlah tindakan melawan hukum,” tulis GMLK dalam keterangan resminya.
Seruan kepada Presiden Prabowo
Dalam aksi ini, GMLK menyampaikan 10 tuntutan, salah satunya meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri untuk segera membebaskan seluruh aktivis yang ditahan karena menggunakan hak berekspresi. Mereka juga menuntut penghentian kekerasan aparat, pembukaan ruang demokrasi, pengembalian supremasi sipil, serta pengalihan anggaran TNI-Polri untuk kesejahteraan rakyat.
Solidaritas Luas dari Berbagai Organisasi
Aksi solidaritas ini melibatkan berbagai kelompok, mulai dari organisasi mahasiswa, buruh, perempuan, masyarakat adat, LGBTIQ+, hingga lembaga bantuan hukum. Beberapa di antaranya adalah YLBHI, JATAM, SAFEnet, Arus Pelangi, LBH APIK Jakarta, hingga Women’s March Jakarta.
Mereka menilai kriminalisasi terhadap aktivis hanyalah cara rezim untuk melemahkan suara kritis orang muda. “Alih-alih mendengar keresahan rakyat, pemerintah justru memilih menekan dengan kekerasan,” tutup pernyataan mereka.