“Imposter”: Pameran Eksperimental Theo Nugraha & Aldooink, Ungkap Sisi Gelap Iklan Digital Indonesia

partikel.id

Pameran "Imposter" Theo Nugraha. Foto/Dhuha Ramadhani
Pameran "Imposter" Theo Nugraha. Foto/Dhuha Ramadhani

partikel.id – Pameran digital bertajuk “Imposter” karya seniman Indonesia Theo Nugraha berkolaborasi dengan aldooink, kini resmi diluncurkan. Melalui platform berbasis browser KUNSTSURFER, hasil kerja sama dengan ARCOLABS, inisiatif kuratorial yang berfokus pada seni kontemporer dan media baru, berbasis di Jakarta.

Mengeksplorasi estetika visual yang mencolok dan manipulatif

Ilustrasi visual "Imposter". Foto/IG_Imposter_Post
Ilustrasi visual “Imposter”. Foto/IG_Imposter_Post

Pameran “Imposter” adalah eksplorasi visual dan audio terhadap dunia iklan digital di Indonesia, khususnya yang bersentuhan dengan area abu-abu. Misalnya judi online, pinjaman predator (pinjol), dan konten seksual eksplisit. Dalam proyek ini, Theo Nugraha mengumpulkan 50 iklan dari berbagai situs—baik legal maupun ilegal—dan mengubahnya menjadi karya seni yang mengusik dan reflektif.

Lewat karya ini, Theo menunjukkan bagaimana estetika iklan digital yang kerap dianggap “kampungan”—dengan desain yang mencolok, norak, dan berlebihan—sebenarnya merupakan strategi yang sangat kontekstual dan efektif. Iklan-iklan ini sengaja dibuat untuk menarik perhatian pengguna internet Indonesia yang tengah dilanda kecemasan ekonomi dan krisis kepercayaan sosial.

“Estetika ini sangat ‘ngejreng’, bukan tanpa alasan. Ada logika lokal di balik tampilannya yang seolah tidak profesional,” ungkap Nugraha. Ia menyoroti bagaimana gaya visual yang dianggap murahan justru mencerminkan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat urban Indonesia masa kini.

Pameran solo digital karya Theo Nugraha yang bekerja sama dengan aldooink

Bersama aldooink, Nugraha menyusun ulang iklan-iklan tersebut menjadi komposisi audio-visual yang menyimulasikan efek kedipan, gerakan, dan suara layaknya iklan digital asli. Mereka menciptakan tiga seri karya berdasarkan tema utama: judol (judi online), pinjol (pinjaman online), dan konten seksual. Setiap seri terdiri dari sepuluh iklan versi reimajinasi, disusun dalam format digital ads yang umum ditemui di internet.

Yang menarik, karya-karya ini tidak dipamerkan di galeri fisik atau situs pameran statis, melainkan muncul secara acak saat pengguna menjelajahi internet. Melalui ekstensi browser KUNSTSURFER di Mozilla Firefox atau browser berbasis Chromium di desktop. Dengan begitu, pengalaman pengguna berselancar di internet ikut “dibajak” oleh karya seni yang menyamar sebagai iklan, menciptakan momen kejut yang provokatif dan reflektif.

“Imposter” tidak hanya mengkritik budaya iklan digital yang manipulatif, tetapi juga mengubah pengalaman browsing biasa menjadi ruang perenungan, memaksa pengguna untuk berpikir ulang tentang apa yang mereka lihat, klik, dan percayai di dunia maya.

Pameran ini menjadi cermin dan lensa terhadap bagaimana kapitalisme digital bekerja dengan visual yang menggoda, sekaligus memperlihatkan bagaimana seni bisa menjadi alat untuk membongkar narasi-narasi licik di balik layar internet.

KUNSTSURFER dan “Imposter” bisa diakses gratis melalui ekstensi browser. Pameran ini mengajak kita untuk membuka mata terhadap strategi visual yang selama ini kita anggap biasa—padahal, diam-diam mempengaruhi cara kita hidup, merasa, dan membuat keputusan di ranah digital.

Also Read

[addtoany]

Leave a Comment