Beijing – Selasa 3 Juni 2025, kekhawatiran global meningkat seiring dengan diberlakukannya larangan ekspor oleh China terhadap berbagai mineral kritis dan rare earth alloys (magnet tanah jarang) Langkah ini memicu reaksi keras dari produsen mobil di Eropa, India, dan Amerika Serikat, yang memperingatkan potensi gangguan produksi besar-besaran jika pasokan tidak segera pulih.
Dampak Langsung terhadap Industri Otomotif
Asosiasi Industri Otomotif Jerman (VDA) menyatakan bahwa pembatasan ekspor China, yang mencakup magnet tanah jarang, dapat menyebabkan penghentian produksi dalam waktu dekat. Komponen vital seperti motor wiper, sensor rem anti-lock, dan sistem kemudi otomatis terancam tidak dapat diproduksi tanpa pasokan magnet yang memadai.
Selain itu, produsen mobil listrik India, Bajaj Auto, juga mengungkapkan bahwa kelangkaan magnet tanah jarang dapat “serius memengaruhi” produksi kendaraan listrik mereka .
Gejolak Pasar dan Lonjakan Harga
Larangan ekspor ini telah menyebabkan lonjakan harga beberapa mineral strategis. Harga antimon, yang digunakan dalam aplikasi militer dan elektronik, melonjak hampir 230% pada tahun 2024, mencapai sekitar $39.000 per ton di pasar Rotterdam.
Selain itu, harga gallium dan germanium, yang esensial dalam pembuatan semikonduktor dan panel surya, juga mengalami kenaikan signifikan akibat pembatasan ekspor China.
Upaya Diplomatik dan Strategi Diversifikasi Pasokan
Diplomat dan eksekutif dari India, Jepang, dan Eropa secara mendesak berupaya bertemu dengan pejabat Beijing untuk mempercepat persetujuan ekspor magnet tanah jarang. Namun, proses perizinan yang lambat dan kurang transparan memperburuk situasi .
Di sisi lain, perusahaan seperti Henkel dan United States Antimony berupaya meningkatkan produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan dari China. Namun, pengembangan tambang baru memerlukan waktu bertahun-tahun, sementara alternatif dari negara lain belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri global.
Keterkaitan dengan Perang Dagang AS-China
Melansir dari Reuters Langkah China ini dipandang sebagai strategi dalam perang dagang dengan Amerika Serikat. Presiden Donald Trump sebelumnya memberlakukan tarif hingga 145% terhadap barang-barang China, yang kemudian dikurangi setelah pasar keuangan bereaksi negatif. China merespons dengan tarif balasan dan memanfaatkan dominasi pasokan mineral kritis sebagai leverage untuk menekan ASÂ
Larangan ekspor mineral kritis oleh China menyoroti ketergantungan global terhadap pasokan dari negara tersebut. Industri otomotif dan teknologi di seluruh dunia menghadapi tantangan besar dalam mencari alternatif pasokan yang andal dan berkelanjutan. Langkah strategis dan diplomatik diperlukan untuk memastikan kestabilan rantai pasokan dan mengurangi dampak negatif terhadap perekonomian global.