partikel.id / Nasional / Ultimatum Amarah Rakyat: Desakan Perubahan Sistemik Pasca Satu Bulan Kematian Affan Kurniawan

Ultimatum Amarah Rakyat: Desakan Perubahan Sistemik Pasca Satu Bulan Kematian Affan Kurniawan

-

WIB

partikel.id, Dzakwan Edza Tim Redaksi
Gerakan sipil gelar aksi ultimatum amarah rakyat.
Gerakan Sipil dalam Aksi Ultimatum Amarah Rakyat. Foto: Beritapartikel/Dzakwan Edza

Jakarta, partikel.id – Sejumlah organisasi masyarakat dan gerakan sipil mengeluarkan Ultimatum Amarah Rakyat ke-1 pada Senin, 30 September 2025. Pasalnya, hari ini tepat sebulan setelah tewasnya Affan Kurniawan (21) yang dilindas kendaraan taktis Polri saat mengantar pesanan di Bendungan Hilir.

Ultimatum ini juga menyoroti hilangnya dua orang mahasiswa, Muhammad Farhan Hamid (23) dan Reno Syachputra Dewo (24). Serta menuntut kejelasan atas kasus kematian lain yang hingga kini belum mendapatkan penyelesaian hukum.

Dalam pernyataan tersebut, gerakan rakyat menilai negara tidak menunjukkan keseriusan dalam merespons kemarahan publik. Mereka menyebut berbagai tuntutan sosial, ekonomi, hingga reforma agraria yang disuarakan dalam aksi 25 Agustus–2 September 2025, tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.

“Negara lambat, tidak cakap, tidak serius, dan tidak bertanggung jawab dalam mengubah kebijakan yang dipersoalkan,” bunyi keterangan itu.

Tuntutan yang diajukan meliputi 17+8 poin, di antaranya delapan tuntutan ekonomi, perubahan aturan partai politik dan sistem pemilu, serta penyelesaian pelanggaran HAM berat. Desakan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen juga dianggap penting untuk mengusut kasus kematian para korban.

Baca Juga: Cari Tahu Apa itu 17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati

Gerakan ini juga menilai kriminalisasi terhadap demonstran sebagai bentuk pembungkaman aspirasi. Jumlah penangkapan yang berbeda-beda antara pemerintah, Polri, dan lembaga bantuan hukum disebut memperlihatkan lemahnya transparansi negara.

“Penangkapan dan penahanan yang didasari pemahaman sesat tentang anarkisme menunjukkan kedangkalan pengetahuan sekaligus dugaan praktik rekayasa kasus,” jelasnya.

Selain itu, kebijakan pemerintah juga dianggap memperburuk keadaan. Mulai dari pernyataan pejabat yang meremehkan aspirasi rakyat, hingga pemecatan kepala sekolah yang menegur anak pejabat daerah. Ditambah lagi, bencana keracunan ribuan siswa dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut sarat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam ultimatum tersebut, rakyat memberikan tenggat waktu hingga 20 Oktober 2025 untuk pemerintah memenuhi seluruh tuntutan perubahan sistemik.

“Penuhi dan laksanakan seluruh tuntutan perubahan sistemik negara saat ini,” tegas seruan tersebut.

Gerakan ini juga menyerukan masyarakat untuk tetap melanjutkan aksi demonstrasi dengan sasaran DPR/MPR maupun DPRD sebagai simbol pemulihan marwah rumah rakyat. Selain itu, mereka pun menekankan pentingnya menjaga aksi tetap damai, menghindari kekerasan, serta melindungi fasilitas umum.

“Langkah-langkah ini dilakukan karena kami sadar bahwa kematian Affan Kurniawan beserta korban-korban lainnya tidak akan berarti tanpa perubahan sistemik,” tutup pernyataan tersebut.

Also Read

Tags

Leave a Comment