Review Film Pengepungan di Bukit Duri (2025): Ketegangan Mencekam dan Kritik Sosial yang Tajam

Salma Faradiba

Review Film Pengepungan di Bukit Duri (2025)
Poster film Pengepungan di Bukit Duri. Foto: Instagram/@jokoanwar

Joko Anwar kembali dengan karya yang bikin penonton terdiam. Pengepungan di Bukit Duri (2025) bukan sekadar film thriller; ini adalah refleksi brutal tentang sistem pendidikan, diskriminasi, dan kekerasan yang mengakar. Lewat atmosfer mencekam dan narasi yang penuh lapisan, film ini berhasil menyentuh luka sosial Indonesia — tanpa harus berseru lantang.

Sinopsis Singkat Pengepungan di Bukit Duri

Berlatar Jakarta tahun 2027, film ini mengikuti Edwin (Morgan Oey), seorang guru seni keturunan Tionghoa yang mengajar di SMA Bukit Duri — sekolah penuh stigma yang dulunya bekas penjara. Saat sekelompok siswa ekstrem mengepung sekolah, Edwin harus menyelamatkan keponakannya dan menghadapi teror tanpa ampun dari dalam dan luar sistem.

Review: Thriller Realistis dengan Sentuhan Emosional

Yang membuat film ini mencolok bukan hanya kekerasannya, tapi cara Joko Anwar membungkusnya dengan sensitivitas sosial. Tanpa elemen mistis atau plot twist murahan, Pengepungan di Bukit Duri menyajikan cerita yang grounded dan dekat dengan kenyataan sosial kita.

Poin Plus:

  • Atmosfer kelam dan intens sejak awal

  • Akting Morgan Oey sangat kuat, emosional tapi terkendali

  • Visualisasi kekacauan sosial yang imersif

  • Skor musik minim, tapi efektif

Teori dan Simbolisme dalam Pengepungan di Bukit Duri

Meski sang sutradara menyatakan tidak menyisipkan “teori liar”, penonton tak bisa menahan diri untuk mengulik makna tersembunyi di balik setiap adegan.

1. Bukit Duri = Miniatur Jakarta Pascareformasi

Setting sekolah rusak penuh grafiti ini mencerminkan kota yang gagal menyembuhkan trauma masa lalu. Kekacauan struktural dan moral menyatu dalam satu ruang sempit.

2. Edwin = Simbol Minoritas Terisolasi

Sebagai guru keturunan Tionghoa, Edwin membawa beban sejarah dan prasangka. Perjuangannya menjadi cermin bagi kelompok-kelompok yang tak terdengar di tengah sistem yang keras.

3. Sekolah sebagai Metafora Institusi yang Gagal

SMA Bukit Duri adalah mikroversi dari sistem yang membusuk: otoritas yang pasif, kekerasan yang merajalela, dan pendidikan yang kehilangan arah.

Kenapa Film Ini Relevan di 2025?
  • Isu diskriminasi dan pendidikan masih sangat aktual.

  • Mewakili kecemasan generasi urban pascapandemi dan pascareformasi.

  • Mengangkat cerita Indonesia yang berani tanpa didramatisasi berlebihan.

Kesimpulan: Film Lokal yang Tak Biasa

Dengan sinematografi kelas atas, cerita yang menggigit, dan keberanian menyentuh isu sosial, Pengepungan di Bukit Duri adalah salah satu film Indonesia terbaik tahun ini. Bukan tontonan santai, tapi pengalaman sinematik yang menggugah.

Rating: ⭐⭐⭐⭐½
Rekomendasi: Wajib tonton untuk pecinta film serius, penggemar Joko Anwar, dan siapa pun yang siap dikonfrontasi oleh realitas.

Also Read

[addtoany]

Tags

Leave a Comment